“Ibu kita kartini, putri sejati, putri Indonesia, harum namanya, wahai ibu kita Kartini putri yang mulia, sungguh besar cita-citanya bagi Indonesia”.
Penggalan bait lagu ciptaan WR Supratman ini mungkin dulu sering kita nyanyikan waktu di bangku sekolah dasar. Ya, lagu ini adalah lagu wajib anak-anak yang karena sering dinyanyikan menjadi hafal di luar kepala. Semoga saja, saya khususnya yang tidak muda lagi masih ingat juga. Tak cukup hanya bait lagu tentu saja. Meski tak merasakan secara langsung perjuangan Raden Ajeng (RA) Kartini atau ibu Kartini kala itu, tapi semangat ibu Kartini ini tetap melekat erat di jiwa kita sebagai pahlawan nasional yang memperjuangkan pendidikan khususnya bagi perempuan.
Penggalan bait lagu ciptaan WR Supratman ini mungkin dulu sering kita nyanyikan waktu di bangku sekolah dasar. Ya, lagu ini adalah lagu wajib anak-anak yang karena sering dinyanyikan menjadi hafal di luar kepala. Semoga saja, saya khususnya yang tidak muda lagi masih ingat juga. Tak cukup hanya bait lagu tentu saja. Meski tak merasakan secara langsung perjuangan Raden Ajeng (RA) Kartini atau ibu Kartini kala itu, tapi semangat ibu Kartini ini tetap melekat erat di jiwa kita sebagai pahlawan nasional yang memperjuangkan pendidikan khususnya bagi perempuan.
Ingatkah kalian setiap tanggal berapa hari Kartini diperingati? Hm,semoga tidak hanya setiap tanggal 17 Agustus saja yang bisa kita ingat, tapi setiap tanggal 21 April kita juga harus tahu bahwa tanggal tersebut diperingati sebagai hari Kartini. Meski tidak ditandai sebagai tanggal merah, semetinya tanggal ini dapat menjadikan kita pengingat bahwa pendidikan adalah hak yang harus kita perjuangkan.
Kita sebagai perempuan sudah sepatutnya bersyukur karena saat ini akses pendidikan begitu terbuka lebar. Istilah kesetaraan gender pun mulai diterima di semua lapisan masyarakat, walaupun memang tetap ada batas-batas yang membedakan dan memagari kesetaraan itu. Perempuan memang istimewa, walaupun di luar rumah ia berprofesi sebagai profesor misalnya, tetapi ketika pulang ke rumah ia berperan sebagai perempuan yang bertugas sebagai istri yang membawa keteduhan bagi suaminya, sebagai ibu yang selalu memberi kehangatan bagi anak-anaknya dan sebagai makhluk Tuhan yang penuh kelembutan. Sehingga tingginya tingkat pendidikan pun tak akan merubah kodrat kita sebagai perempuan. Saya sependapat dengan tulisan pak BJ Habibie lewat bukunya Habibie&Ainun yang menjadi salah satu buku favorit saya. Beliau mengatakan bahwa sang istri selalu memberi keseimbangan dan menciptakan harmoni dalam keluarganya. Benar bahwa perempuan sebenarnya mempunyai berbagai peran dalam kehidupannya, namun ia tetap menjadi penyeimbang kehidupan dalam keluarganya.
Mengajar adalah aktivitas yang membuat saya ikut bahagia karena ikut berpartisipasi dalam hal pendidikan, saling belajar bertukar dan ilmu dengan sesama mahasiswa saya. Kegiatan yang sudah saya lakukan 2 tahun terakhir ini. Bahwa perempuan juga harus berpendidikan tinggi. Mau jadi apa dia nanti, karena Ibu adalah sekolah pertama anak-anaknya kelak.Tentu saja berbagai pengalaman dan ilmu yang luar biasa besar saya peroleh dari aktivitas ini. Bahagia, itulah ungkapan jujur yang saya rasakan ketika melihat anak-anak didik saya menjadi orang hebat penerus bangsa. Bagi saya kemerdekaan tak hanya bangsa kita terlepas dari belenggu penjajah, tapi juga bangsa ini merdeka dari gelapnya dunia pendidikan.
Mengadakan perayaan setiap hari bersejarah merupakan hal yang biasa dilakukan khususnya di sekolah-sekolah. Di tempat saya mengajar perayaan hari besar nasional seperti 17an Agustus masih dilaksanakan hingga sekarang. Tak hanya upacara bendera, namun berbagai lomba diadakan untuk menyambut hari ini. Tak berbeda dengan perayaan kemerdekaan, perayaan hari Kartini juga tak kalah meriah diperingati. Ada lomba baju kebaya dan pakaian adat daerah, lomba-lomba intra sekolah, petugas upacara yang semuanya perempuan, dan ada karnaval keliling kampung yang selalu mengundang antusiasme warga yang melihat. Sayangnya perayaan meriah hari Kartini ini sudah belasan tahun yang lalu terakhir dirayakan.
Kini, kemeriahan seperti itu sangat jarang ditemui, meski ada beberapa sekolah di kota yang masih mengadakan, tapi tentu tak semeriah dulu. Bagi kami, walaupun kegiatan perayaan seperti iu terkadang mengurangi jam mengajar, tetapi perasaan bahagia itu dapat membuat semangat belajar dan memaknai pentingnya pendidikan akan kembali bangkit. Sebenarnya banyak manfaat yang bisa kita ambil dari perayaan hari Kartini. Selain kita dapat memaknai lebih dalam lewat aksi, perayaan seperti itu menurut saya dapat melestarikan budaya lokal negeri ini lewat penampilan-penampilan budaya daerah yang diperlihatkan, misalnya lewat karnaval. Hal seperti ini dapat menjadi wadah promosi bagi daerah bahwa Indonesia kaya akan budaya dan seni.
Meski tak ada halangan lagi bagi kaum perempuan untuk mendapatkan hak pendidikan, namun kesetaraan dan hak-hak bagi warga Negara kita untuk mendapatkan pendidikan yang layak belum sepenuhnya dapat terjadi. Dunia pendidikan kita masih belum bersahabat dengan masyarakat kelas bawah. Tingginya biaya pendidikan masih menjadi kendala untuk meraih impian duduk di bangku-bangku pendidikan. Sangat disayangkan jika melihat generasi-generasi muda yang diharapkan dapat membawa perubahan dan kemajuan bagi negaranya harus memupus impian karena alasan biaya. Menjadi tugas kita bersamalah meneruskan cita-cita mulia ibu Kartini memperjuangkan pendidikan untuk semua lapisan masyarakat.
Di zaman sekarang sebagai Kartini-kartini modern, perempuan Indonesia butuh wadah untuk lebih menuangkan kreatifitasnya, karena pendidikan tak hanya berpusat pada belajar di lembaga formal saja. Saya sangat mengapresiasi ketika Jawa Pos mulai memberikan ruang kreasi bagi perempuan lewat rubrik for her. Banyak sekali info-info hangat yang bisa dibaca setiap hari khususnya yang berkaitan dengan perempuan. Jadi, mulailah menjadi perempuan yang berpendidikan dan juga kreatif.
No comments:
Post a Comment